Senin, 06 Mei 2013


Bekerja; Ritual Menjaga Kelestarian Alam
       


Dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia membutuhkan sebuah ihtiyar sebagai jalan menggapai kesuksesan. Ia tidak bisa berpangku tangan begitu saja terhadap takdir saat ini. Manusia harus memanfaatkan anugerah tuhan seotptimal mungkin. Jika tidak, kemungkinan yang terjadi adalah frustasi yang berujung kerusakan jiwa.

        Beberapa hari lalu ditemukan sejumlah buruh yang disekap oleh majikannya di tempat kerjanya. Mereka dipaksa kerja mulai jam enam pagi hingga jam sepuluh malam tanpa dikasih waktu untuk beribadah. Selain itu, para buruh tersebut ditempatkan di ruang tidak layak dan kumuh. Mereka tidak bisa berinteraksi dengan tetangga sekitar. Bahkan menurut salah satu pengakuan mereka, jika mencoba melarikan diri akan ditembak.
        Dilihat dari segi Antropologi, bekerja merupakan bagian dari kehidupan. Bekerja bukan hanya mencari uang belaka, namun berguna untuk menjaga kelangsungan hidup di dunia ini. Sebab salah satu cara untuk eksis hidup yang penuh tantangan ini tidak lain dengan bekerja.
        Pada tanggal 1 Mei kemarin, dunia internasional memperingati hari buruh sedunia. Peringatan ini jangan hanya dimaknai sebagai seremonial belaka. Sejatinya, bekerja merupakan tonggak tetap utuhnya alam raya ini. Perjalanan manusia sejak Nabi Adam hingga sekarang tidak lepas dari ihtiyar (bekerja) bertahan hidup di dunia. Andaikan tidak ada ihtiyar di dunia, barangkali alam raya ini sudah gulungtikar.
        Fenomena putus asa gara-gara beban berat ekonomi keluarga yang berujung pada kematian bisa menjadi bukti bahwa bekerja salah satu menjaga kehidupan. Kelestarian hidup yang mandiri, damai, dan nyaman umumnya dapat diperoleh setelah berkerja. Paling tidak, dengan bekerja bekal saku untuk hidup ke depan sudah terjamin. Sebaliknya jika hidup dipenuhi dengan penganggura banyak waktu yang terkuras habis dengan kegiatan tanpa profit.
        Inilah yang barangkali bekerja menjadi sebuah kewajiban bagi orang yang hidup. Walaupun bekerja bukan tujuan utama hidup, setidaknya bekerja bisa melegakan pikiran dari kecemasan hidup. Orang menyadari bekerja dianggap sebagai pintu utama kebahagiaan. Apabila sudah bekerja dengan penghasilan yang banyak, apa saja bisa dibeli. Dengan begitu kenyamanan hidup pun didapat.
        Peristiwa yang menimpa buruh di atas seharusnya dilihat dari sisi nilai kemanusian. Apa pasal? Setiap manusia diberi hak hidup di dunia ini. Entah bagaimana caranya, yang jelas, jalan legal adalah yang diridloi tuhan. Jika kita lihat pertarungan hidup di masa sekarang,  tidak sedikit manusia yang lupa. Hidup yang penuh saingan ini dimaknai dengan hidup di hutan belantara. Mereka yang kuat, dialah yang berkuasa.
        Kasus buruh di atas menjadi salah satu contoh yang baru terungkap media. Ketika penjajah masih menduduki tanah Indonesia, banyak penduduk lokal dipaksa bekerja rodi tanpa digaji dan diperlakuan tidak baik. Sejarah mencatat, orang-orang terdahulu berkerja di bawah tekanan penjajah. Mereka yang kebetulan bekerja tidak baik, akan mendapat siksa fisik sampai kemetian. Perilaku para penjajah dahulu dalam memaknai bekerja bukan untuk mempertahankan kehidupan, namun untuk sebuah kepuasan golongan dengan mengorbankan pihak lain. Hal inilah yang kemudian menjadikan sikap kebinatangan manusia muncul seiring dengan keperkasaan.

        Dalam teologi Islam, setiap manusia diwajibkan untuk berusaha. Tuhan hanya menyediakan rejeki bagi manusia, dan bukan memberi seketika. Ketika manusia mau berusaha menjemput rejeki dengan berusaha, maka tuhan akan memberikannya. Usaha yang dilakukan manusia itu merupakan sebuah pendidikan dari tuhan.
        Maka ketika saya melihat buruh disekap dan diperkejakan secara paksa layaknya binatang, hal ini sudah keluar dari prinsip kemanusiaan. Pada prinsipnya, bekerja bukan untuk menindas orang lain, namun untuk mejaga kehidupan. Ketika manusia sudah sama-sama bekerja, maka garis ligkaran hidup akan tetap terjaga. Tidak heran apabila ada orang yang nganggur, hidup terasa susah dan berat. Seolah apa yang dirasakan dari hidup hanya kepayahan belaka.

Tidak ada komentar: